INSPIRASI SULTRA.COM, LAWORO-Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Muna Barat (Mubar) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) akan meninjau ulang kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat ini berlaku di Kabupaten Muna Barat.
Pasalnya, kebijakan kenaikan tarif PBB tahun 2024 ini cukup signifikan dan meresahkan masyarakat, karena sulit dijangkau oleh masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah.
Keputusan peninjauan kembali tarif pajak ini menjadi kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD Mubar bersama pemerintah daerah yang diwakili oleh Bapenda dan Badan Keuangan dan Aset Daerah serta Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Muna Barat serta turut dihadiri oleh sejumlah kepala desa di Kabupaten Mubar, Senin (16/12).
Ketua Komisi II DPRD Mubar, Agung Darma menyatakan peninjauan kembali tarif PBB ini dilakukan untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan tarif PBB. Lanjutnya, untuk meninjau ulang tarif PBB maka satu-satunya jalan adalah dengan merevisi Peraturan Daerah (Perda) No.4 tahun 2023 yang menetapkan penyesuaian kenaikan tarif PBB diangka 50 persen dari rens minimal 20 persen dan maksimal 100 persen yang ditetapkan pemerintah melalui UU No.1 tahun 2022 tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah.
Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) No.4 tahun 2023 telah masuk dalam rencana pembahasan tahun 2025 dan menjadi salah satu agenda prioritas Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Mubar tahun 2025. “Saya selaku anggota Bapemperda akan memperjuangkan revisi Perda No.4 tahun 2023 ini,”tegas Agung Darma.
Dukungan revisi Perda tersebut juga disuarakan oleh anggota Komisi II lainnya, La Insafu. Politisi Nasdem ini mendukung revisi Perda No.4 tahun 2023, karena naiknya tarif PBB ini disatu sisi meresahkan masyarakat disisi lain kenaikan tarif ini harus diterapkan oleh pemerintah daerah.
Sementara itu Kepala Bapenda Muna Barat, La Samahu menegaskan bahwa Pemkab Mubar tak pernah memiliki niatan untuk menyusahkan masyarakat melalui kenaikan tarif PBB ini. Samahu menegaskan kenaikan tarif ini sebagai konsekuensi dari berlakunya UU No.1 tahun 2022 yang kemudian secara spesifik diatur melalui Perda Muna Barat No.4 tahun 2023.
Dimana dalam UU No.1 tahun 2023
dinyatakan bahwa NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
Kemudian tarif PBB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima persen). Kemudian pasal 41 ayat (3) UU No1/2022 menyatakan bahwa
tarif PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Perda.
Samahu juga mengatakan, RDP ini bukan dalam rangka mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan mencari solusi pemecahan persoalan sehingga tarif PBB ini kedepannya tidak membebani masyarakat Muna Barat.
Sementara itu Ketua APDESI Muna Barat, Armaya menekankan kepada pemerintah daerah agar kebijakan penyesuaian tarif PBB ini tidak ditetapkan di angka 50 persen tapi bisa ditetapkan di angka minimal yakni 20 persen, sehingga
penyesuaian tarif ini tetap sesuai dengan aturan perundang-undangan, disisi lain tarif PBB ini bisa dijangkau oleh masyarakat.
Armaya juga menyarankan Pemkab Muna Barat agar dalam upaya menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemkab Mubar tak hanya fokus pada menaikkan tarif PBB, melainkan mencari obyek pajak lahan yang belum dikenakan PBB. “Di Muna Barat masih banyak lahan-lahan masyarakat yang telah bersertifikat, tapi tidak dikenakan PBB. Ini yang harus dikejar untuk meningkatan PAD dari sektor PBB,”sarannya. (REDAKSI/ADMIN)
Comment